Work hard vs work smart, dua cara kerja yang sering dipertentangkan. Nyatanya, keduanya bisa nge-blend di tangan Pramoedya Ananta Toer.
Gairah kerja adalah pertanda daya hidup. Begitu menurut penulis kenamaan Indonesia itu dalam salah satu karyanya.
Mendiang Pramoedya memang dikenal sebagai penulis yang giat bekerja menghasilkan karya. Selama 81 tahun hidupnya, Pramoedya telah menulis lebih dari 50 karya.
Memang, gak sedikit penulis lain di Indonesia yang mampu menciptakan lebih banyak buku. Tapi karya-karya Pramoedya begitu istimewa.
Sederet penghargaan telah ia terima. Dia pun menjadi satu-satunya penulis dari Indonesia yang pernah dinominasikan untuk meraih Hadiah Nobel Sastra.
Apalagi banyak di antara karya-karyanya yang dihasilkan dari balik penjara atau pengasingan, tempat dia ditahan tanpa pengadilan. Itulah yang membedakan Pramoedya dengan penulis lainnya.
Gairah kerjanya begitu dahsyat. Bisa dibilang dia gak lagi work hard alias bekerja keras, tapi juga sekaligus work smart atawa bekerja dengan cerdas.
Gak peduli seberapa keras kita bekerja, jika tanpa diimbangi pemikiran yang cerdas, hasilnya pasti gak maksimal. Yang masih mengganjal, apa sih definisi work smart?
Apakah orang yang bekerja dengan cerdas otomatis gak perlu kerja keras? Apakah orang cerdas itu gak pernah kerja keras? Apakah kalau bekerja dengan keras berarti kita gak bekerja dengan cerdas?
Membingungkan to? Untuk menjawabnya, kita bisa melihat tokoh yang kita idolakan atau pengusaha sukses.
Apakah mereka yang sukses itu gak bekerja keras? Kerja cerdas doang?
Bekerja dengan cerdas adalah soal efisiensi waktu. Sedangkan kerja keras berhubungan dengan semangat dan daya juang.
Alih-alih kerja 8 jam, kenapa gak mengalokasikan 5 jam saja cukup menyelesaikan suatu pekerjaan. Itu contoh kerja cerdas.
Namun, jika memang membutuhkan waktu 8 jam, ya pakailah waktu itu untuk menghasilkan kerja sebaik-baiknya. Kalau perlu, tambah waktunya biar maksimal. Itu contoh kerja keras.
Apa gak lebih keren jika keduanya digabungkan? Work hard + work smart = kesuksesan!
Seperti yang dipraktikkan Pramoedya di atas. Juga orang-orang lain yang sukses, misalnya Menteri Susi Pudjiastuti.
Dengan modal hanya ijazah SMP, mustahil Menteri Susi hanya work hard atau work smart untuk bisa sukses. Keduanya mesti diseimbangkan.
Artinya, work hard vs work smart adalah mitos belaka. Keduanya bukan untuk dipertentangkan, melainkan dijalankan bersama-sama.
Untuk menggali lebih lanjut, berikut ini contoh karakteristik work hard dan work smart yang bisa “didamaikan”:
Work hard
1. Bangun dan datang ke tempat kerja lebih awal
2. Lembur untuk menggarap pekerjaan lain setelah pekerjaan utama selesai
3. Mau terus belajar
4. Giat berolahraga agar stamina kerja lebih bagus, gak gampang loyo
5. Sering menunjukkan inisiatif, aktif dalam diskusi
Work smart
1. Bisa menentukan prioritas kerja
2. Sanggup mengatur waktu
3. Tahu kapan harus rehat agar kerja gak terganggu
4. Dapat memanfaatkan sekelilingnya untuk memperoleh hasil kerja maksimal
5. Sanggup mengatasi tekanan kerja
Pramoedya, Menteri Susi, dan sederet tokoh sukses lainnya jelas mempraktikkan dua etos kerja di atas. Makanya, mempertentangkan work hard vs work smart tampak sudah gak relevan lagi.
Kalau mau sukses, mesti menguasai keduanya. Setuju?
Yang terkait artikel ini:
[Baca: Jangan Harap Bisa Jadi Orang Sukses Kalau Masih Punya 5 Hal Ini]
[Baca: Inspiratif: 5 Pengusaha Sukses yang Memulai dari Bawah, Tanpa Modal Gede Loh!]
0 Response to "Work Hard vs Work Smart, Pilih Mana"
Post a Comment