4 Pelajaran Bisnis yang Bisa Kamu Petik dari Pailitnya PT Sariwangi

Kabar PT Sariwangi Industrial Estate Agency yang dinyatakan pailit memang sempat ramai diperbincangkan. Pasalnya, perusahaan itu merupakan founder produk Teh Sariwangi yang telah diakuisisi Unilever.

Meski pailit, bukan berarti perusahaan itu bangkrut alias gulung tikar. Selain itu, bukan berarti kamu gak bisa beli Teh Sariwangi lagi, karena brand teh celup tersebut udah gak berada di bawah bendera PT Sariwangi lagi.

Kabar mengenai hal tersebut tentu bisa menuai kekhawatiran di kalangan pengusaha Tanah Air, soal masa depan industri bisnis, terutama yang berkaitan dengan perkebunan teh.

Meski begitu, ada pelajaran yang tentu bisa didapat para pengusaha dari pailitnya PT Sariwangi Industrial Estate Agency.

Ingin tahu apa aja? Yuk, simak ulasannya berikut:

1. Hati-hati ketika meminjam dana untuk investasi bisnis

Investasi bisnis (Pixabay)
Investasi bisnis (Pixabay)

Kita semua tentu tahu, bank memiliki pinjaman modal usaha yang bernama kredit investasi. Pinjaman bisnis tersebut berbunga kecil, dan plafonnya cukup besar.

Namun, ketika seorang pebisnis gagal menganalisa risiko usaha mereka, maka itu akan berdampak fatal. Contohnya, PT Sariwangi.

Bayangkan saja, mereka meminjam dana untuk mengembangkan teknologi penyiraman air (drainase) guna meningkatkan produksi. Dan, ternyata investasi usaha itu gagal total hingga membuat Sariwangi harus menanggung beban utang dan kerugiannya.

Menggunakan uang pribadi untuk mengembangkan usaha mungkin jadi solusi teraman, dan kerugiannya masih bisa diminimalisir. Namun, tantangannya, mungkin pengembangan yang kamu lakukan gak akan sebesar yang kamu harapkan.

So, pilih mana mau tetap minjam ke bank dengan risiko ada bunganya atau pakai uang sendiri tapi ya semua serbaterbatas?

2. Jangan pinjam ke banyak bank

Pinjam uang ke bank (Pixabay)
Pinjam uang ke bank (Pixabay)

Utang PT Sariwangi dan afiliasinya, yaitu PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung, dikabarkan tercatat hingga Rp 1,5 triliun. Banyak banget ya, setara dengan total aset orang-orang terkaya di dunia!

Tapi, jangan salah, di balik utang yang besar itu ternyata ada banyak bank yang mengirimkan tagihan ke perusahaan tersebut.

Mereka adalah PT HSBC Indonesia, PT Bank ICBC Indonesia, PT Bank Rabobank International Indonesia, PT Bank Panin Indonesia Tbk, dan PT Bank Commonwealth.

Mungkin, untuk mendapat plafon gede, ya jelas saja satu bank gak bakalan cukup. Tapi beda bank juga beda aturan, dan beda bunga tentunya.

Bisa jadi bank A lebih besar bunganya ketimbang bank B. Alhasil, arus kas dari perusahaanmu jadi makin gak teratur.

3. Jangan telat bayar cicilan utang

Telat bayar cicilan utang (Pixabay)
Telat bayar cicilan utang (Pixabay)

Seperti yang diberikan di banyak media massa, PT Sariwangi memiliki utang ke Bank ICBC sebesar Rp 288 miliar. Sementara itu, dengan Indorub, jumlahnya mencapai Rp 33 miliaran hingga Oktober 2017.

Dikabarkan pula, Sariwangi sempat gak melakukan kewajibannya. Alhasil, dilakukanlah pembayaran pada Desember 2017, tapi pembayaran itu gak jelas untuk apa. Yang jelas, debitur punya kewajiban membayar beban bunga dari utangnya.

Semua yang pernah mengajukan kredit, terlepas dari kredit tanpa agunan, mobil, motor, atau pemilikan rumah, pasti tahu bahwa ketika ada telat bayar maka akan ada denda yang diberlakukan. Kalau telatnya cukup lama, maka jangan kaget kalau dendanya makin besar.

Coba deh kalau kamu berutang buat pengembangan usaha tapi telat bayar. Udah gitu, pengembangan usahanya juga gak berjalan sesuai rencana. Ruginya ampun-ampunan pasti.

4. Apapun bisnisnya, konsumsi masyarakat Indonesia lagi turun

Konsumsi masyarakat Indonesia lagi turun (Pixabay)
Konsumsi masyarakat Indonesia lagi turun (Pixabay)

Menurut hasil survei Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen menurun 3,3 poin pascalebaran. proporsi pendapatan konsumen yang digunakan untuk pembayaran cicilan juga turun menjadi 13,4 persen, dari sebelumnya 13,5 persen.

Sementara rata-rata proporsi pendapatan yang digunakan untuk menabung meningkat menjadi 19,9 persen, dari bulan sebelumnya sebesar 19,4 persen. Informasi ini didapat dari Kontan.

Faktanya jelas banget bahwa belakangan ini, masyarakat lagi giat-giatnya nabung ketimbang mengonsumsi barang. Coba saja kamu liat di Alfa atau Indomaret, gak sedikit kan barang-barang yang akhirnya didiskon.

Sementara itu untuk sektor teh, tentu saja teh gak lagi populer seperti di era 1970-an.

“Dari produksi industri teh nasional 130 ribu ton per tahun, 70 ribu ton itu ekspor, 60 ribu ton di dalam negeri. Konsumsi di dalam negeri juga belum maksimal,” ujar Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia (DTI) Suharyo Husen di Detik.com.

Konsumsi yang turun tentu bisa jadi tantangan tersendiri buat para pengusaha. Urusan balik modal, tentunya bakal sedikit makan waktu alias gak bisa cepat.

Sebut saja PT Sariwangi memang lagi investasi gede-gedean untuk meningkatkan produksi. Tapi, kalau konsumsi masyarakatnya juga lagi turun ya sama saja bohong.

Itulah empat pelajaran penting yang bisa didapat pengusaha dari kasus pailitnya Sariwangi. Tentunya, peristiwa ini bisa jadi pelajaran berharga banget buat kamu yang mau atau sedang menjalani usaha. (Editor: Chaerunnisa)

0 Response to "4 Pelajaran Bisnis yang Bisa Kamu Petik dari Pailitnya PT Sariwangi"

Post a Comment